This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Jumat, 25 November 2022

budaya sunda

 

Budaya Sunda

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Tradisi Parebut Sééng Bogor

Budaya Sunda adalah budaya yang tumbuh dan hidup dalam masyarakat Sunda. Budaya Sunda dikenal dengan budaya yang sangat menjunjung tinggi sopan santun. Pada umumnya karakter masyarakat Sunda adalah periang, ramah-tamah (soméah, seperti dalam falsafah soméah hadé ka sémah), murah senyum, lemah-lembut, dan sangat menghormati orang tua. Itulah cermin budaya masyarakat Sunda.

Budaya Sunda[sunting | sunting sumber]

Etos budaya[sunting | sunting sumber]

Kebudayaan Sunda termasuk salah satu kebudayaan tertua di Nusantara. Kebudayaan Sunda yang ideal kemudian sering kali dikaitkan sebagai kebudayaan masa Kerajaan Sunda. Ada beberapa ajaran dalam budaya Sunda tentang jalan menuju keutamaan hidup. Etos dan watak Sunda itu diantaranya adalah:

  • Cageur, artinya adalah sehat, yang mana sehat secara jasmani serta rohani, sehat dalam berpikir, sehat dan mempunyai pendirian, sehat secara moral, sehat dalam bekerja dan bertutur kata.[1]
  • Bageur, artinya adalah baik, baik terhadap sesama, banyak memberikan bantuan berupa pikiran, moral yang baik maupun materi, tidak pelit terhadap sesama, tidak emosianal hatinya, penolong serta ikhlas menjalankan dan mengamalkan tidak hanya dibaca atau diucapkan saja.
  • Bener artinya benar atau tidak bohong, tidak asal-asalan dalam melaksanakan pekerjaan, amanat, lurus dalam menjalankan agama, memimpin dengan baik, serta tidak merusak alam.[1]
  • Singer, artinya adalah mawas diri, teliti dalam bekerja, mendahulukan orang lain sebelum diri sendiri, menghargai pendapat orang lain, penuh kasih sayang, tidak marah saat dikritik namun diterima dengan lapang dada.[1]
  • Pinter, artinya cerdas, mengerti ilmu agama sampai ke dasar, bisa menyesuaikan diri dengan sesamanya, bisa menyelesaikan masalah dengan bijaksana, serta tidak berprasangka buruk terhadap orang lain.[1]

Kebudayaan Sunda juga merupakan salah satu kebudayaan yang menjadi sumber kekayaan bagi bangsa Indonesia yang dalam perkembangannya perlu dilestarikan. Sistem kepercayaan spiritual tradisional Sunda adalah Sunda Wiwitan yang mengajarkan keselarasan hidup dengan alam. Kini, hampir sebagian besar masyarakat Sunda beragama Islam, tetapi ada beberapa yang tidak beragama Islam, walaupun berbeda namun pada dasarnya seluruh kehidupan ditujukan untuk kebaikan di alam semesta.

Nilai-nilai budaya[sunting | sunting sumber]

Kebudayaan Sunda memiliki ciri khas tertentu yang membedakannya dari kebudayaan–kebudayaan lain. Secara umum masyarakat Sunda, dikenal sebagai masyarakat yang lembut, religius, dan sangat spiritual. Kecenderungan ini tampak sebagaimana dalam pameo silih asih, silih asah dan silih asuh; saling mengasihi (mengutamakan sifat welas asih), saling menyempurnakan atau memperbaiki diri (melalui pendidikan dan berbagi ilmu), dan saling melindungi (saling menjaga keselamatan). Selain itu Sunda juga memiliki sejumlah nilai-nilai lain seperti kesopanan, rendah hati terhadap sesama, hormat kepada yang lebih tua, dan menyayangi kepada yang lebih kecil. Pada kebudayaan Sunda keseimbangan magis dipertahankan dengan cara melakukan upacara-upacara adat sedangkan keseimbangan sosial masyarakat Sunda melakukan gotong-royong untuk mempertahankannya.

Kesenian[sunting | sunting sumber]

Samba Sunda adalah grup musik etnik Sunda yang populer di Eropa.

Budaya Sunda memiliki banyak kesenian, diantaranya adalah kesenian sisingaan, tarian khas Sunda, wayang golek, permainan anak-anak, dan alat musik serta kesenian musik tradisional Sunda yang bisanya dimainkan pada pagelaran kesenian.

Sisingaan adalah kesenian khas Sunda yang menampilkan 2–4 boneka singa yang diusung oleh para pemainnya sambil menari. Sisingaan sering digunakan dalam acara tertentu, seperti pada acara khitananWayang golek adalah boneka kayu yang dimainkan berdasarkan karakter tertentu dalam suatu cerita pewayangan. Wayang dimainkan oleh seorang dalang yang menguasai berbagai karakter maupun suara tokoh yang di mainkan. Jaipongan adalah pengembangan dan akar dari tarian klasik. Tarian Ketuk Tilu, sesuai dengan namanya Tarian ketuk tilu berasal dari nama sebuah instrumen atau alat musik tradisional yang disebut ketuk sejumlah 3 buah.

Alat musik khas sunda yaitu, angklungdegung, rampak kendangsulingkacapigoongcalungtarawangsatoleattarompét adalah instrumen musik yang terbuat dari bambu yang unik enak didengar. Angklung juga sudah menjadi salah satu warisan kebudayaan Indonesia. Rampak kendang adalah beberapa kendang (instrumen musik tradisional Sunda) yang dimainkan bersama secara serentak. Seni Reak (kuda lumping) adalah sebuah pertunjukan yang terdiri dari empat alat musik ritmis yang berbentuk seperti drum yang terbuat dari kayu dan alas yang di pukul terbuat dari kulit sapi, yang di sebut dog-dog yang ukurannya beragam yaitu Tilingtit (ukuran kecil), Tung (lebih besar dari Tilingtit), Brung (lebih besar dari Tung), Badoblag (lebih besar dari Brung).

Ditambah oleh 1 alat musik ritmis bernama bedug yang dipikul dua orang dan ditambah lagi oleh satu alat musik melodis berupa Tarompet yang terbuat dari kayu yang melantunkan musik sunda sampai dangdut yang terkadang di temani seorang sinden. Seni reak ini menampilkan atraksi transendensi dunia metafisika ke dalam dunia profan yang disebut (kaul atau jadi, hari jadi) dan atraksi dari BangbaroganBangbarongan adalah sebuah kostum yang digunakan oleh orang yang sedang kaul, terbuat dari kayu yang berbentuk kepala besar bertaring dan berwarna merah ditambah karung goni untuk menutupi tubuh sang pemakai. Seni ini terdapat di daerah Bandung Timur dari kecamatan Ujung BerungCibiru sampai dengan Kabupaten Sumedang.

Sebaran geografis[sunting | sunting sumber]

Tatar[pranala nonaktif permanen] Sunda

Secara geografis, Jawa Barat (dengan Banten) merupakan tempat lahir dan tumbuhnya kebudayaan Sunda, Jawa Barat juga merupakan salah satu daerah di kepulauan Kepulauan Sunda.[2] Daérah Jawa Barat sebagai tempat yang dihuni oleh suku sunda, menghasilkan banyak hal dalam segala aspek seperti teknologi, sistem persaudaraan, bahasa, kesenian, agama serta ilmu pengetahuan.[2]

Wilayah geografis budaya orang Sunda terdiri dari beberapa aspek.

Teknologi Pertanian Tradisional[sunting | sunting sumber]

Bertani bagi masyarakat Sunda bukanlah hal yang asing, karena dalam budaya masyarakat Sunda, pekerjaan utamanya adalah bertani. Pertanian telah berkembang selama berabad-abad dalam masyarakat Sunda, dari zaman dahulu perilaku pertanian telah dipraktekkan oleh masyarakat Sunda, karena kondisi alamnya menyediakan segala kebutuhan sebagai penunjang kehidupan. Tentunya, semua kegiatan membutuhkan berbagai peralatan khusus, begitu pula di bidang pertanian. Alat yang dibutuhkan antara lain:

  • Arit adalah alat yang digunakan untuk memotong rumput atau cangkul, terbuat dari besi yang dicampur dengan baja dan kayu sebagai pegangannya, berbentuk seperti gergaji tetapi tidak terlalu keras. Sabit memiliki fungsi untuk menghancurkan semak, gulma dan rerumputan, pada awal membuka lahan baru biasanya menggunakan sabit.[3]
  • Asahan, adalah batu khusus yang digunakan untuk mengasah pisau, golok, dll..[3]
  • Aseuk, bentuk aseuk adalah kayu bulat panjang, ujung dipoles, alat penggigit, membuat batang kayu kecil untuk menanam biji-bijian seperti jagung, sorgum, buncis, kacang polong dll. Aseuk disebut juga sebagai luju.[3]
  • Bakrik, Alat dari bambu yang diperoleh dengan jangkar, digunakan untuk pengait rajutan, berfungsi untuk mengevakuasi benda yang terbakar, biasanya mata rantainya terbuat dari besi.[3]
  • Bawak, Bagian cangkul yang menyambung lingkaran (bagian yang tajam boleh digunakan jika ingin mengasah).[3]
  • Bedog, adalah alat untuk membelah atau memotong bambu, kayu dan barang lainnya. Terbuat dari besi, susu / gagang menggunakan kayu alumunium. Beberapa bentuk pendek dan beberapa panjang.[3]
  • Burujul, merupakan bajak yang tidak menggunakan lanjam / mata bajak.[3]
  • Caplak, adalah alat yang digunakan untuk menanam, berguna untuk mengikis tanah saat membenahi persemaian padi yang lurus. Caplak terbuat dari kayu.[3]
  • Congkrang, adalah alat yang digunakan untuk menghancurkan rumput atau pohon kecil, dan sebagainya. Terbuat dari besi dan gagangnya terbuat dari kayu atau alumunium. Bentuknya lebih panjang dari sabit, bagian atasnya melengkung.[3]
  • Étém, adalah sejenis pisau yang dibuat khusus untuk memotong susunan padi.[3]
  • Garpuh, adalah alat yang digunakan untuk mengencerkan tanah.[3]
  • Garu, adalah alat untuk membajak tanah suatu ladang, berupa sisir tajam, biasanya ditarik oleh kerbau atau sapi secara tunggal atau berkelompok.[3]
  • Halu, adalah alat petik, terbuat dari kayu bulat.[3]
  • Koréd, adalah alat pertanian untuk memotong rumput di kebun, terbuat dari besi dan baja, bentuknya mirip sabit tetapi melengkung.[3]
  • Kujang, merupakan perkakas sejenis golok yang biasa dipakai untuk membersihkan rumput di halaman maupun di perkebunan, serta bisa dipakai untuk membacok, sekarang Kujang digunakan sebagai simbol berbagai organisasi Sunda.[3]
  • Lalandak, merupakan perkakas yang digunakan di sawah yang ditanam dengan cara digarit (tanam jajar). Disebut juga géréndél atau gilinding.[3]
  • Lisung, alat untuk menumbuk padi, terbuat dari kayu, memiliki dua lubang yaitu lubang lingkaran dan lubang persegi panjang.[3]
  • Pacul, adalah alat untuk merestorasi tanah di lapangan, menggali lubang, mengalirkan air, mengaduk, dll. Bawahnya terbuat dari besi atau baja, gagang kayunya ditekuk agar lebih mudah dalam penggunaannya.[3]

Sistem Persaudaraan[sunting | sunting sumber]

Orang Sunda memakai sistem persaudaraan yang bersifat patental.[2] Artinya orang Sunda menganggap saudara kandung melalui dua jalur, baik dari ibu atau dari ayah.[2] Sistem persaudaraan masyarakat Sunda, umumnya umat manusia di dunia ada karena dua faktor yaitu keturunan dan adanya ritual perkawinan. Yang paling penting adalah tingkat hubungan saudara kita berdasarkan perbedaan generasi ketiga kelompok tersebut. Ketiga kelompok yang dimaksud adalah (1) kelompok tetua, orang tua, orang tua yang meliputi aki, kakek nenek, bapak, dan ibu, generasi yang berada pada level yang lebih tinggi dari ego; (2) Kelompok saudara dalam arti sempit adalah saudara-saudara, saudara kandung (saudara kandung pisah ayah atau saudara kandung ibu pisah saudara), yang disebut saudara laki-laki bila lebih tua dan saudara perempuan atau adik ketika lebih muda. Jadi saudara perempuan adalah generasi dengan ego; (3) kelompok anak, yaitu keturunan ego, anak dari ego, laki-laki atau perempuan.[2]

Sistem persaudaraan masyarakat Sunda yang dikenal saat ini memiliki tujuh keturunan, namun pada kenyataannya masyarakat Sunda kuno memiliki sembilan garis keturunan yaitu anak, incu, umpi, cicip, muning, anggasantana, kulasantana, pretisantana, dan witwekas. Saat ini sistem saudara kandung lebih dikenal dengan Pancakaki.[2] Pancakaki adalah sistem yang merepresentasikan hubungan kekeluargaan. Dalam adat istiadat pancakaki memiliki dua arti, arti yang pertama, pancakaki merupakan terdapatnya silsilah seseorang terhadap orang lain, yang sudah berkeluarga atau yang masih kerabat. Misalnya cara pancakaki si Dadap ke si Waru, apakah termasuk ibu, bapak, nenek, aki, emang, tante, anak, kakek, alo, suan, dan sebagainya. Makna kedua pancakaki adalah papayan yang terdapat di masyarakat.[2]

warta

 


Warta

Ti Wikipédia Sunda, énsiklopédi bébas
Koran Salaku Media Warta

Warta nyaéta carita atawa katerangan kajadian atawa kajadian anu anyar kénéh[1]. Warta téh mangrupa laporankarangan, atawa informasi ngeunaan hiji kajadian kiwari atawa aktual[2]. Hiji kajadian bisa disebut warta lamun geus disiarkeun, dilaporkeun atawa dibéwarakeun[2]. Warta dina média citak bisa ditempo dina koran, tabloid, atawa majalah[2].

Struktur Warta[édit | édit sumber]

Struktur warta téh kabagi jadi opat bagian, nyaéta judul, bubuka, waruga warta, jeung pamungkas warta.

• Judul (headline), mangrupa titel, label, merek, atawa ngaran anu dilarapkeun kana warta. Gunana pikeun ngahudang rasa panasaran anu maca kana pasualan anu ditepikeun dina warta. Judul mangrupa slogan anu midangkeun topik dina wangun anu leuwih narik ati. Judul kudu écés jeung singget sarta luyu tur nyuluran sagemblengna eusi warta.

• Bubuka (lead/intro), mangrupa alinéa atawa   paragraf awal anu aya handapeun judul (headline). Nyieun lead ogé kudu alus, lantaran nu maca kudu matak kapincut atawa kataji.

• Waruga warta (Tubuh warta; events), mangrupa eusi atawa inti warta. Eusi warta ilaharna mangrupa jawaban kana lima pananya (5W + 1 H) ngeunaan warta. Dina waruga warta didadarkeun (1) kajadian, (2) karakteristik, (3) waktu jeung tempat kajadian, (4) saha anu kalibet dina kajadian anu dilaporkeun.

• Pamungkas warta (end) mangrupa alinea atawa paragraf ahir minangka omongan langsung (direct speech) pikeun mungkas warta.

puisi sisindiran

 SISINDIRAN

sumber: wikipedia

Sisindiran téh asalna tina kecap sindir, anu ngandung harti omongan atawa caritaan anu dibalibirkeun, henteu togmol. Luyu jeung éta, dina sastra Sunda anu disebut sisindiran téh nyaéta karya sastra nu ngagunakeun rakitan basa kalawan dibalibirkeun. Dina sisindiran, eusi atawa maksud anu dikedalkeun téh dibungkus ku cangkangna. Wangunan sisindiran téh kauger ku purwakanti, jumlah engang dina unggal padalisan, jeung jumlah padalisan dina unggal padana. Ku kituna, sisindiran téh kaasup kana wangun ugeran (puisi). Upama ditilik tina wangun jeung cara ngébréhkeunana, sisindiran dibagi jadi tilu golongan nyaéta: (1) rarakitan; (2) paparikan, jeung (3) wawangsalan. Ditilik tina eusina, rarakitan jeung paparikan bisa dipasing-pasing jadi tilu golongan, nyaéta: (1) silihasih; (2) piwuruk; jeung (3) sésébréd.

1. PAPARIKAN

Paparikan téh nyaéta wangun sisindiran. Kecap paparikan asalna tina kecap ”parék” anu hartina ”deukeut”. Paparikan diwangun ku cangkang jeung eusi, anu padeukeut sorana, sarta murwakanti laraswekas dina unggal padalisanna. Ari jumlah padalisan dina sapadana, kudu jengkep: dua, opat, genep, dalapan, jst. Satengahna tina jumlah padalisan téh cangkangna, satengahna deui eusi. Ari réana engang dina unggal padalisan umumna dalapan engang. Contona paparikan:

Boboko ragrag di imah,

Ninggang kana pileuiteun

Mun bogoh montong ka sémah

Ari anggang sok leungiteun.

Paparikan di luhur diwangun ku opat padalisan; dua cangkang, dua eusi. Padalisan kahiji dina cangkang, padeukeut sorana sarta murwakanti tungtungna jeung padalisan kahiji dina eusi. Padalisan kadua dina cangkang padeukeut sorana sarta murwakanti tungtungna jeung padalian kadua dina eusi.

Upama nilik kana eusina, paparikan bisa dipasing-pasing jadi: paparikan silihasih, paparikan piwuruk, jeung paparikan sésébréd.

Paparikan Silih Asih

Paparikan silih asih nyaéta paparikan nu eusina ngeunaan silihasih, cinta, atawa birahi. Contona:

Meuncit meri dina rakit,

boboko wadah bakatul.

Lain nyeri ku panyakit,

kabogoh direbut batur.

Paparikan Piwuruk

Paparikan piwuruk nyaéta paparikan nu eusina piwuruk atawa naséhat. Contona:

Ka kulah nyiar kapiting,

ngocok endog bobodasna.

Ulah sok liar ti peuting,

osok loba gogodana.

Paparikan Sésébréd

Paparikan sésébréd nyaéta paparikan anu eusina banyol, lulucon, jeung cawad (kritik). Contona:

Daun hiris dibeungkeutan,

dibawa ka juru leuit.

Anu geulis ngadeukeutan,

hayangeun dibéré duit.

Sapanjang jalan Cirebon,

jalan butut diaspalan.

Sapanjang dijajah Nipon,

baju butut tatambalan

2. RARAKITAN

Rarakitan téh nyaéta salasahiji wanda sisindiran anu diwangun ku cangkang jeung eusi. Éta cangkang jeung eusi téh pada papak di puhuna (mindoan kawit). Salian ti éta, antara cangkang jeung eusi téh kudu sasora sarta murwakanti engang panungtungna dina unggal padalisan (laraswekas). Tapi laraswekas dina sisindiran mah, aya kalana laraswekas anu kaselang heula, siga pacorok. Ari jumlah engangna dina unggal padalisan aya dalapan engang. Jumlah padalisan dina sapadana mangrupa bilangan jangkep; satengahna cangkang jeung satengahna deui eusi. Kiwari anu populér téh anu sapadana diwangun ku opat padalisan: dua cangkang jeung dua eusi. Contona:

Mihapé sisir jeung minyak,

kadé kaancloman leungeun.

Mihapé pikir jeung niat,

kadé kaangsonan deungeun.

Ditilik tina eusina, rarakitan téh bisa digolongkeun kana tilu golongan, nyaéta rarakitan silihasih, rarakitan piwuruk jeung rarakitan sésébréd.

Rarakitan silihasih, nyaéta anu eusina ngeunaan silihasih, cinta, atawa birahi; contona:

Sapanjang jalan Soréang,

moal weléh diaspalan.

Sapanjang tacan kasorang,

moal weléh diakalan.

Rarakitan piwuruk, nyaéta rarakitan anu eusina piwuruk atawa naséhat; contona:

Sing getol nginum jamu,

nu guna nguatkeun urat.

Sing getol neangan élmu,

nu guna dunya ahérat.

Rarakitan sésébréd, nyaéta rarakitan anu eusina banyol, lulucon, atawa cawad (kritik); contona:

Rarasaan ngala mayang,

teu nyaho cangkeuteuk leuweung.

Rarasaan konéng umyang,

teu nyaho cakeutreuk hideung.

3. WAWANGSALAN

Wawangsalan téh nyaéta sisindiran anu diwangun ku cangkang jeung eusi. Dina sindir diwangun deui ku cangkang jeung wangsal. Anu dijieun wangsalna téh tara ditétélakeun, tapi kudu ditéangan tina bagian eusi. Wangsal téh sok murwakanti jeung salah sahiji kecap anu aya dina bagian eusi téa. Nilik kana wangunna, wawangsalan téh diwangun ku dua padalisan: sapadalisan sindir, sapadalisan deui eusi. Jumlah engang dina unggal padalisan nyaéta dalapan engang. Umumna eusi wawangsalan téh ngeunaan silihasih, cinta atawa birahi. Contona:

Belut sisit saba darat,

Kapiraray siang wengi.

(Maksudna: oray)

Jukut jangkung pipir gunung,

Hate abdi panas peurih.

(Maksudna eurih)

sumber: Wikipedia

kampung adat sunda

 Pesona 8 Kampung Adat Sunda, Arsitektur dengan Nuansa Kearifan Lokal

11 Februari 2022   11:37 Diperbarui: 13 September 2022   10:49  29204  6 0

+

 Lihat foto












      

                   





ilustrasi kampung adat Sunda |instagram.com/Febri_180204


Sahabat Kompasianer, pernahkah anda berkunjung ke salah satu kampung adat yang ada di daerah Jawa Barat. Jika, ya maka selamat. Karena, anda telah melihat dan menyaksikan sebuah pesona kesederhanaan, dan arsitektur rumah yang unik, bertema kearifan lokal. So, apa yang kamu rasakan, setelah berkunjung ke tempat tersebut? suasana seperti apa yang tersimpan dalam memori anda, saat terbawa pulang ke rumah? Jika belum, yuk mari berkunjung dan melihat-lihat pesona 7 kampung adat Sunda berikut ini.


Alasan keberadaan kampung adat di Jawa Barat


Sebuah kampung adat dibangun oleh komunitas masyarakat adat yang bermukim di wilayah kampung adat tersebut. Sebagaimana telah diketahui bersama, bahwa kampung adat adalah komunitas tradisional yang terletak pada sebuah wilayah tertentu, fokus pada fungsi dalam bidang adat dan tradisi, dikelola oleh masyarakat adat yang memiliki hak ulayat atau mengurus wilayahnya, memiliki asal-usul leluhur secara turun-temurun, dan memiliki keterikatan hubungan yang kuat dengan lingkungan hidup tempat tinggalnya. 

Ada beberapa alasan mengapa kampung adat dibangun di sebuah wilayah di Jawa Barat, berikut beberapa alasannya, saya rangkumkan untuk anda.

1. Kampung adat memiliki fungsi untuk menjaga adat dan budaya masyarakat adat, agar tidak hilang tergerus oleh jaman yang semakin pesat dan berkembang. Selain itu, kampung adat juga menjadi wadah pusat yang merangkul budaya-budaya dan adat yang ada di daerah-daerah terpencil.

2. Kampung adat merupakan tempat tinggal yang nyaman dan terlindungi bagi masyarakat yang masih menganut kepercayaan nenek moyang, seperti animisme dan dinamisme. Dengan tinggal di kampung adat, masyarakat tersebut akan merasa aman, bebas dari gunjingan masyarakat lain karena keyakinannya yang berbeda.

3. Kampung adat adalah sebagai sebuah aset budaya, memperkaya khazanah kebudayaan yang patut untuk dilestarikan.

4. Sebagai alat dan bukti pewarisan budaya, dari nenek moyang (karuhun) secara turun-temurun kepada generasi berikutnya.


Pesona 8 kampung adat di daerah Jawa Barat

Ada 8 kampung adat yang dikenal oleh masyarakat Jawa Barat. Meski sebenarnya, data ini belum final. Karena, masih ada kampung adat yang belum terdata oleh pemerintah. Hal ini, disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya : keterbatasan akses, masih tertutupnya masyarakat adat di kampung adat tersebut, dan aturan kampung adat yang melarang untuk dipublikasikan. Berikut adalah pesona 7 kampung adat tersebut, saya rangkum dari berbagai sumber.

1. Kampung Naga

Dilansir dari Tempo.com. Kampung naga yang terletak di desa Neglasari, kecamatan Salawu, kabupaten Tasikmalaya memiliki beberapa potensi kearifan lokal, pesona arsitektur bangunan, dan kekayaan keindahan lingkungan yang masih asri dan terjaga. Potensi tersebut diantaranya : masyarakat kampung naga selalu menghormati dan menjaga alam sekitar, hal ini terbukti dari adanya hutan larangan. Masyarakat kampung naga bahkan siapa pun dilarang atau pamali untuk mengusik hutan tersebut. Bahkan, dari dulu hingga sekarang, hutan tersebut tetap terjaga keasriannya. 

Seluruh masyarakat di kampung Naga patuh pada pesan para leluhurnya, dengan cara hidup sederhana, rukun, memegang teguh adat, menjaga alam dan lingkungan sekitar. Kampung Naga juga memiliki kesenian tradisional, yakni terbang Gembrung, terbang sejak, dan angklung. Tiga kesenian tersebut selalu ditampilkan dalam acara-acara adat, dan hari-hari besar agama Islam. Dari sini terbukti bahwa masyarakat adat Kampung Naga memiliki sinergi dengan agama Islam. Dilihat dari sistem religi dan kepercayaannya, mayoritas masyarakat Kampung Naga memang beragama Islam.

Bentuk dan konstruksi bangunan adalah pesona unik yang akan menyapa, saat anda berkunjung ke Kampung Naga. Ornamen rumah yang dirancang secara khusus berbentuk empat persegi panjang. Tampak seragam, dengan bahan, potongan bangunan, dan arah menghadap. Anda akan menjumpai 113 unit bangunan di sini. 110 untuk bangunan tempat tinggal. Tiga sisanya adalah balai pertemuan, lumbung padi, dan masjid. Rumah-rumah dibangun secara sejajar dan berderet rapih, dengan jarak beberapa meter saja. 

Tahukah, anda apa kearifan lokal yang terdapat pada arsitektur bangunan rumah adat Kampung Naga? Ya, itulah dia. Bahan-bahan yang digunakan untuk membuat rumah, semuanya berasal dari alam. Lihat saja, ada kayu, bambu, daun nipah, ijuk atau alang-alang, dan batu untuk tatapakan atau penopang alas rumah panggung. 

Meski didesain secara sederhana, namun rumah-rumah di sini tertata apik, teratur, dan sehat. Karena, sirkulasi udara dan cahaya cukup baik dan leluasa masuk ke dalam rumah. Nyaman banget untuk rebahan dan leyeh-leyeh, sambil menikmati hembusan angin yang sejuk. Pola interior ruangan dibagi ke dalam dua bagian.  Pertama untuk ruang tengah atau ruang keluarga. Bagian kedua, untuk kamar, dapur, dan kamar mandi. So, jangan khawatir, ya. Untuk urusan mandi, BAB, dan BAK, aman. 



12479418-1539440636352777-1961726352-n-6205b3371e0cba5601151392.jpg

ilustrasi Kampung Naga |instagram.com/kampungnaga


2. Kampung Adat Ciptagelar

Jika sahabat Kompasianer ke Sukabumi, sempatkanlah untuk mampir ke Kampung Adat Ciptagelar. Kasepuhan Ciptagelar, begitu masyarakat menyebutnya, berada di kaki gunung Halimun-Salak, masuk ke dalam wilayah administrasi kampung Sukamulya, desa Sirnaresmi, kecamatan Cisolok. Kasepuhan Ciptagelar dipimpin oleh seorang kepala adat, bernama Abah Ugi Sugriana Rakasiwi. 

Di sini, anda akan disuguhi pemandangan ornamen rumah panggung yang populer dengan ketahanannya terhadap gempa. Sama, ya seperti struktur bangunan di beberapa kampung adat Sunda. Dari mulai material yang digunakan, hingga arsitektur, dan potongan bangunan, serta pembagian interiornya. 

Bedanya, di kasepuhan Ciptagelar, dikenal konsep 'tihang cagak, hateup salak' dalam pembanguan rumah. Tihang cagak, artinya bahwa rumah harus memiliki tiang yang kokoh, menggunakan kolom terbuat dari material alam dengan struktur bercabang, yaitu pohon yang memiliki serat kayu dan cabang. Hal ini melambangkan bahwa masyarakat kasepuhan Ciptagelar memiliki pola pikir beragam, banyak kebutuhan, dan keinginan. Namun, tetap dalam satu akar budaya dan adat-istiadat yang sama. 

Hateup salak, artinya material yang digunakan untuk atap harus bahan yang berasal dan berada di atas tanah, bersifat ringan, dan kuat untuk dijadikan sebagai pelindung. Bahan atap seperti dedaunan, ijuk, dan tepus disusun bertumpuk seperti kulit salak. Hal tersebut memiliki makna, bahwa manusia harus hidup berdampingan, dan saling melengkapi untuk menjaga adat istiadat.




ilustrasi Kampung adat Ciptagelar |instagram.com/adifest_organizer1

3. Kampung adat Cikondang

Berada di Kampung Cikondang, kelurahan Lamajang, kecamatan Pangalengan, kabupaten Bandung. Kampung adat Cikondang, dahulunya merupakan kampung yang berasal dari desa Lamajang. Pada tahun 1942, terjadi sebuah kebakaran besar yang menghancurkan seluruh pemukiman kampung adat Cikondang. Hingga hanya menyisakan satu rumah saja. Untuk saat ini, jika anda berkunjung ke kampung adat Cikondang,  anda akan menjumpai satu rumah adat, yang dinamakan bumi adat. Konon, bumi adat ini usianya hampir 200 tahun.

Rumah adat Cikondang terletak lebih tinggi dari rumah-rumah di sekitarnya. Bentuk atap julang ngapak menjadi ciri khas rumah adat ini. Kuda-kuda pada atap adalah kontruksi bangunan berbahan dasar kayu, gording dengan bambu, dan ditutup dengan atap bambu yang dibelah dua, dengan menggunakan teknik pemasangan tumpang tutup. Lalu, sebagai finishing, atap dilapisi ijuk.

Selain rumah adat, di sini anda juga akan menjumpai hutan karamat, makam keramat, lumbung padi, lisung untuk menumbuk padi, dan balai pertemuan.



ilustrasi akses menuju rumah adat Cikondang |instagram.com/Tonisetiawan.s

4. Kampung Mahmud

Jika Kompasianer ingin tahu tentang pusat penyebaran agama Islam di Priangan. Maka, kampung Mahmud adalah destinasi yang cocok untuk anda kunjungi. Kampung adat ini berada di pesisir sungai Citarum, terletak di tengah kota Bandung dan Soreang. Tepatnya di desa Mekar Rahayu, kecamatan Margaasih. Kampung adat ini, berdiri sejak abad ke-17 sebagai kampung adat yang menyimpan nilai historis tentang peta penyebaran dan perkembangan agama Islam di Priangan. 

Bila anda akan berkunjung ke kampung Mahmud, mudah saja. Dari terminal Kebon Kalapa, anda menggunakan angkutan kota dengan rute Kebon kalapa-Cibaduyut, lalu turun di terminal Leuwi Panjang. Teruskan perjalanan dengan naik angkutan kota Cipatik, anda turun di Rahayu. Selanjutnya naik ojeg menuju kampung Mahmud. Tidak lama, kok. Perjalanan kedua rute tersebut dapat ditempuh dalam waktu 90 menit saja.

Seperti rumah-rumah pada kampung adat lainnya. Rumah penduduk di Kampung Mahmud juga mayoritas adalah rumah panggung dengan dinding bilik dari bambu, serta jendela tanpa kaca. Rumah panggung ini sarat akan pilosofi hidup sederhana. Keunikan dari kampung adat ini, adalah kentalnya nuansa ke-Islam-an. Di tempat ini, anda akan menjumpai makam keramat Eyang Abdul Manaf, yaitu pendiri kampung Mahmud. 

Ketika anda berkunjung ke tempat ini. Suasana perkampungan yang sejuk, adem, asri, dan sederhana akan terasa. Padahal, anda berada di tengah-tengah perkotaan. 



ilustrasi Kampung Mahmud |instagram.com/Riskipermanasidik111

5. Kampung Urug

Bogor dengan ikon 'kota hujan' ternyata memiliki sebuah kampung adat yang menyimpan arsitektur kearifan lokal. Berlokasi di desa Kiarapandak, kecamatan Suka Jaya. Untuk mencapai daerah ini, anda bisa melewati jalur Darmaga-Leuwiliang-Cigudeg. Setelah SMA 1 Cigudeg, anda berbelok ke arah kiri. Persimpangan ke arah Ciurug ditandai dengan adanya indomart. Dari sana anda lurus saja, ketika bertemu pos polisi belok ke arah kiri.

Dalam hal arsitektur, ada tali tradisi budaya lama yang masih dipegang dengan teguh oleh masyarakat kampung Urug, sebagaimana masyarakat-masyarakat di kampung adat lainnya. Pola pemukiman rumah penduduk meliputi dua hal yaitu seni bangunan dan arsitektur bangunan. Seni bangunan, rumah-rumah dibangun dengan material yang sama berasal dari alam, bentuk rumah panggung lengkap dengan kolongnya, dan lumbung padi yang disebut leuit.

Arsitektur bangunan yakni bentuk rumah yang memiliki ciri khas tradisi ke-Sunda-an, suhunan berbentuk julang ngapak dan tagog anjing. Di sini, anda akan menjumpai sebuah rumah yang berfungsi sebagai mandala, yakni gedong ageung dan gedong alit. Meskipun disebut gedong, ternyata arsitektur rumah ini sama saja dengan rumah-rumah lainnya yakni panggung. Gedong ageung digunakan sebagai pusat kewenangan dan kepemimpinan adat. Sedangkan, gedong alit dipegang oleh keturunan prabu Siliwangi yang ke-9. 

Berkunjung ke kampung ini, anda akan disuguhi pemandangan sebuah perkampungan yang unik. Hamparan pesawahan yang membentang luas, dengan ilustrasi para petani sedang membajak sawah, dan menggembala ternak. Sejuknya udara, dan jernihnya air terjun, serta mata air dari sungai-sungai yang mengelilingi perkampungan, membuat anda enggan untuk pulang.



ilustrasi kampung adat Urug |instagram.com/Peden_red

6. Kampung Pulo

Sahabat Kompasianer yang berada di Garut, dalam perjalanan melewati kota Garut, atau sedang berwisata ke Situ Cangkuang. Ada destinasi wisata, yang layak anda kunjungi lho. Sebagai sarana rehat di perjalanan. Itulah dia, Kampung Pulo. Merupakan suatu kampung adat yang berada di dalam pulau, di tengah-tengah kawasan Situ Cangkuang. Terletak di desa Cangkuang, kecamatan Leles. 

Berbeda dengan kampung-kampung adat lainnya, yang bertahan pada tradisi, dan budaya lokal, kampung Pulo lumayan mengikuti arus modernisasi. Namun, tetap ada larangan yang masih dipertahankan. Umpama, pada hari Rabu, dilarang melakukan aktivitas lain, karena hari tersebut waktunya untuk menggali ilmu agama Islam. Ada larangan, tidak boleh memukul gong besar, tidak boleh memelihara ternak berkaki empat, dan rumah diwariskan kepada anak perempuan, tidak boleh menambah bangunan pokok, menambah kepala keluarga, dan mencari nafkah di luar wilayah.

Ciri khas kampung pulo adalah hanya memiliki enam bangunan rumah, dan satu mesjid. Bentuk atap rumah dari arsitektur rumah adat kampung Pulo adalah berbentuk prisma dan memanjang. Di tempat ini, anda akan disuguhi pemandangan Situ Cangkuang dengan airnya yang tenang. Untuk menuju ke lokasi kampung Pulo, anda dapat menggunakan alat transportasi berupa rakit yang terbuat dari bambu, dan dikayuh oleh satu orang pengemudi, menggunakan bambu panjang sebagai alat kayuh. Wah, asyik, ya.

      

Lakukan ini sebelum tidur dan celana Anda tidak muat pada hari ketiga

Recommended by



ilustrasi Kampung Pulo |instagram.com/candicangkuang_garut

7. Kampung Kuta

Tahukah sahabat Kompasianer, jika kampung Kuta adalah satu-satunya daerah di Ciamis yang masih bertahan dengan kearifan lokal, di tengah gempuran modernisasi. Kampung adat ini berada di dusun Kuta, desa Karangpaninggal, kecamatan Tambaksari. Untuk menempuh tempat ini, dari kabupaten Ciamis, anda menggunakan angkutan umum sampai di kecamatan Rancah. Jarak dari Ciamis ke Rancah, sekitar 34 km. Dari Rancah, lanjutkan perjalanan dengan ojeg atau motor sewaan. Anda akan diantar langsung hingga tiba di lokasi.

Di sini, anda akan disuguhi dengan kesejukan udara hutan yang masih asri dan perawan. Bila anda datang tepat pada tanggal 25 bulan shapar, maka anda akan berkesempatan menyaksikan upacara 'nyuguh' yang dilakukan oleh masyarakat Kampung Kuta. Anda yang senang ber-swa foto, diperbolehkan kok untuk mengambil foto di tempat ini. Asalkan, bila masuk ke wilayah hutan, jangan memakai alas kaki, pakaian dinas, mengambil kayu bakar, dan menebang pohon. Untuk masuk ke wilayah hutan, hanya diperbolehkan pada hari Senin dan Jum'at saja, hari lainnya tidak boleh.

Di Kampung Kuta, anda tidak akan menjumpai sumur. Sumber air untuk keperluan penduduk, diambil dari mata air asli dari pegunungan. Masyarakat Kampung Kuta, dilarang membuat sumur. Mungkin, karena tanah di sekitar pemukiman, konturnya tidak stabil, jadi akan berdampak buruk, bila masyarakat membangun sumur.

Sama seperti kampung-kampung adat yang lainnya. Bentuk rumah, material rumah, dan arsitektur rumah di kampung Kuta berbentuk panggung. Sambil menikmati pemandangan yang asri, udara sejuk dan gemericik suara air, anda juga dapat berkeliling mencari gula aren yang baru saja selesai dimasak. Dijadikan kudapan, ditemani teh panas, mantap tenan. Anda juga dapat membelinya, untuk dijadikan sebagai buah tangan bagi rekan dan handai taulan.



ilustrasi gerbang masuk kampung Kuta |instagram.com/Dwy.septyawan.20

8. Kampung Dukuh

Secara geografis, wilayah kampung Dukuh agak terisolir, sehingga akses mereka ke dunia luar, sangat terbatas sekali. Hal ini disebabkan oleh rimbunnya hutan yang berada di sisi selatan Garut. Sehingga akses masyarakat terhadap hal-hal yang berbau modernisasi agak susah dijangkau. Masyarakat Kampung Dukuh benar-benar tradisional, sehingga tidak ada seorang pun di antara mereka yang menggunakan peralatan elektronik. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kampung Dukuh, benar-benar kampung adat yang masih orisinil. 

Berkunjung ke Kampung Dukuh, anda akan menemui 42 rumah dan 1 mesjid sebagai pusat peribadatan. Kampung dukuh, seperti halnya Baduy dibagi ke dalam dua bagian, yaitu Kampung Dukuh Dalam, dan Kampung Dukuh Luar. Ada 172 orang penduduk yang mendiami Kampung Dukuh Dalam, dan 70 kepala keluarga yang mendiami Kampung Dukuh Luar.

Anda akan disuguhi pemandangan alam yang eksotik, dan situs religi peninggalan sejarah yang dikeramatkan, yaitu makam Syekh Abdul Jalil. Maka, tidak mengherankan, jika tempat ini ramai dikunjungi, meski akses menuju ke tempat ini penuh tantangan.

Arsitektur rumah adat Kampung Dukuh, menarik perhatian sejumlah mata memandang. Rumah-rumah panggung dengan dinding anyaman dari bambu, dan ijuk sebagai penutup atas. Rumah kuncen-Mama Uluk tampak lebih besar dari ukuran rumah-rumah penduduk lainnya. Hal ini mungkin salahsatu keistimewaan bagi kepala adat.




Konten ini telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Pesona 8 Kampung Adat Sunda, Arsitektur dengan Nuansa Kearifan Lokal", Klik untuk baca:

https://www.kompasiana.com/isursuryati3843/620512cbbb44860b7812b095/pesona-7-kampung-adat-sunda-arsitektur-dengan-nuansa-kearifan-lokal


Kreator: Isur Suryati




Kompasiana adalah platform blog, setiap konten menjadi tanggungjawab kreator.


Tulis opini Anda seputar isu terkini di Kompasiana.com